Kamis, 14 Mei 2015

Teori belajar Humanistik



BAB I
PENDAHULUAN
A.          LatarBelakangMasalah
Teori belajar humanistik juga penting untuk dipahami. Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan si yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada penertian belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar lainnya.
Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentang belajar bermakna atau “Meaningful learning” yang juga tergolong dalam aliran kognitif ini, mengatakan bahwa belajar merupakanasmilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan keinginan dari pihak si pelajar, maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam strujtur konitif yang telah dimilikinya. Teori humanstik berpendapat bahwa belajar apapu dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal.
Pemahamanan terhadap belajar yang diidealkan menjadikan teori humanistik dapat memanfaatkan teori belajar apapun asal tujuannya untuk memanusiakan manusia. Hal ini menjadikan teori humanistik bersifat elektik. Tidak dapat disangkal lagi bahwa setiap pendirian atau pendekatan belajar tertentu, akan ada kebaikan dan ada pula kelemahannya. Dalam arti ini elektisisme bukanlah suatu sistem dengan membiarkan unsur-unsur tersebut dalam keadaan sebagaimana adanya atau aslinya. Teori humanistik akan memanfaatkan teori-teori apapun, asal tujuannya tercapai, yatu memanusiakan manusia.
Manusia adalah makhluk yang kompleks. Banyak ahli di dalam menyusun teorinya hanya terpaku pada aspek tertentu yang sedang menjadi pusat perhatiannya. Dengan pertimbangan-pertimbangantertentu setiap ahli melakukan penelitiannya dari sudut pandangnya masing-masing dan menganggap bahwa keterangannya tentang bagaimana manusia itu belajar adalah sebagai keterangan yang paling memadai. Maka akan terdapat berbagai teori tentang belajar sesuai dengan pandangan masong-masing.
Dari penalaran di atas ternyata bahwa perbedaan antara pandangan yang satu dengan pandangan yang lain sering kali hanya timbul karena perbedaan sudut pandangan semata, atau kadang-kadang hanya perbedaan aksentuasi. Jadi keterangan atau pandangan yang berbeda-beda itu hanyalah keterangan mengenai hal yang satu dan sama dipandang dari sudut yang berlainan. Dengan demikian teori humanistik dengan pandangannyadengan pandangannya elektik yaitu dengan cara memanfaatkan atau merangkumkan berbagai teori belajar dengan tujuan untuk memanusiakan manusia bukan saja mungkin untuk dilakukan, tetapi justru harus dilakukan.
Banyak tokoh penganut aliran humanistik, diantaranya adalah Kolb yang terkenal dengan “Belajar Empat Tahap”nya, honey dan Mumford dengan pembagian tentang macam-macam siswa, Hubemas dengan “Tiga macam tipe belajar”nya, serta Bloom dan Krathwohl yang terkenal dengan “Taksonomi Bloom”nya.

B.           RumusanMasalah
Apa saja pokok-pokok pikiran teori humanistik dan bagaimana implikasinya dalam pendidikan ?

C.            TujuanPenulisan
Menentukan pokok-pokok pikiran teori humanistik menurut beberapa ahli dan implikasinya terhadap teori humanistik dalam pendidikan.

D.           ManfaatPenulisan
Mengetahui pokok-pokok pikiran teori humanistik menurut beberapa ahli dan bagaimana implikasi teori tersebut dalam pendidikan.















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pandangan Kolb terhadap Belajar
Kolb seorang ahli penganut aliran humanistic membagi tahap-tahap belajar menjadi empat, yaitu:
a.       Tahap Pengalaman Konkrit
Pada tahap paling awal dalam peristiwa belajar adalah seseorang mampu atau dapat mengalami suatu kejadian sebagaimana adanya. Ia dapat melihat dan merasakannya, dapat menceritakan peristiwa tersebut sesuai dengan apa yang dialaminya. Namun dia belum memiliki kesadaran tentang hakekat dari peristiwa tersebut. Ia hanya dapat merasakan kejadian tersebut apa adanya, dan belum dapat memahami serta menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi. Ia juga belum dapat memahami mengapa peristiwa tersebut harus terjadi seperti itu. Kamamupan inilah yang terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap paling awal dalam proses belajar.
b.      Tahap Pengamatan Aktif dan Reflektif
Tahap kedua dalam peristiwa belajar adalah bahwa seseorang makin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang dilaminya. Ia mulai berupaya untuk mencari jawaban dan memikirkan kejadian tersebut. Ia melakukan refleksi terhadap peristiwa yang dialaminya, dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan mengapa hal itu mesti terjadi. Pemahamannya terhadap peristiwa yang dialaminya semakin berkembang. Kemampuan inilah yang terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap kedua dalam proses belajar.
c.       Tahap Konseptualisasi
Tahap ketiga dalam peristiwa belajar adalah seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi obyek perhatiannya. Berpikir induktif banyak dilakukan untuk memuaskan suatu aturan umum atau generalisasi dari berbagai contoh peristiwa yang dialaminya. Walaupun kejadian-kejadian yang diamati tampak berbeda-beda, namun memiliki komponen-komponen yang sama yang dapat dijadikan dasar aturan bersama.
d.      Tahap Eksperimentasi Aktif
Tahap tarakhir dari peristiwa belajar adalah melakukan eksperimentasi secara aktif. Pada tahap ini seseorang sudah mampu untuk mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan kedalam situasi yang nyata. Berpikir deduktif banyak digunakan untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori serta konsep-konsep dilapangan. Ia mampu menggunakan teori atau rumus-rumus untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

B.     Pandangan Honey dan Mumford terhadap Belajar
Honey dan Mumford menggolongkan orang yang belajar kedalam empat macam golongan, yaitu kelompok aktivis, golongan reflector, kelompok teoris dan golongan pragmatis.
a.       Kelompok Aktivis
Orang-orang yang tergolong dalam kelompok aktivis adalah mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Orang-orang tipe ini mudah untuk diajak berdialog, memiliki pemikiran terbuka, menghargai pendapat orang lain dan mudah percaya. Namun dalam melakukan tindakan sering kali kurang mempertimbangkan secara matang dan lebih banyak didorong oleh kesenangannya untuk melibatkan diri. Dalam kegiatan belajar, orang-orang demikian senang pada hal-hal yang sifatnya penemuan-penemuan baru, seperti pemikiran baru, pengalaman baru. Namun mereka cepat bosan dengan kegiatan-kegiatan yang implementasinya memakan waktu lama.
b.      Kelompok Reflector
Mereka yang termasuk kelompok ini kecendrungan berlawanan dengan kelompok Aktivis. Dalam melakukan tindakan, orang-orang tipe reflector sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan. Pertimbangan baik-buruk, untung-rugi, selalu diperhitungkan dengan cermat dalam memutuskan sesuatu. Orang-orang demikian tidak mudah dipengaruhi, sehingga cenderung bersifat konservatif.
c.       Kelompok Teoris
Orang-orang tipe theorist memiliki kecenderungan yang sangat kritis. Mereka suka menganalisis, berpikir rasional dengan menggunakan penalarannya. Segala sesuatu dikembalikan kepada teori dan konsep-konsep atau hukum-hukum. Mereka tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif. Dalam melakukan memutuskan sesuatu kelompok teoris penuh dengan pertimbangan, sangat skeptif dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif.
d.      Kelompok Pragmatis
Orang-orang tipe pragmatis memiliki sifat-sifat yang praktis. Mereka tidak suka berpanjang lebar dengan teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil dan sebagainya. Bagi mereka yang penting adalah aspek-aspek praktis. Sesuatu hanya bermanfaat jika dipraktikkan. Bagi mereka, sesuatu adalah baik dan berguna jika dapat dipraktekkan dan bermanfaat dalam kehidupan.

C.     Pandangan Habermas Terhadap Belajar
Tokoh humanis lain adalah Habermas. Menurutnya, belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud di sini adalah lingkungan alam maupun lingkkungan sosial, sebab antara keduanya tidak dapat dipisahkan. Dengan pandangannya yang demikian, ia membagi tipebelajar menjadi tiga, yaitu belajar teknis (technical learning), belajar praktis (practical learning), dan belajar emansipatoris (emancypatory learning).  Masing-masing tipe memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Belajar teknis (technica learning)
Yang dmaksud belajar teknis adalah belajar bagaimana seseorang dapat beinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar. Pengetahuan dan keterampilan apa yang dibutuhkan dan perlu dipelajari agar dapat mereka dapat menguasai dan mengelola lingkungan alam sekitarnya dengan baik. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu alam atau sain amat dipentingkan dalam belajar teknis.
b.      Belajar praktis (practical learning)
Sedangkan yang dimaksud belajar praktis adalah belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik. Kegiatan belajar ini lebih mengutamakan terjadinya interaksi yang harmonis antar sesama manusia. Untuk itu bidang-bidang ilmu yang berhubungan sosiologi, komunikasi, psikologi, antropologi, dan semacamnya, amat diperlukan. Sungguhpun demikian, mereka percaya bahwa pemahaman dan keterampilan seseorang dalam mengelola lingkungan alamnya tidak dapat dipisahkan dengan kepentingan manusia pada umumnya. Oleh sebab itu, interaksi yang benar antara individu dengan lingkungan alamnya hanya akan tampak dari kaitan atau relevansinya dengan kepentingan manusia.
c.       Belajar emansipatoris (emancypatory learning)
Lain halnyadengan beljar emansipatoris. Belajar emansipatoris menekanan upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya perubahan atau informasi budaya dalam lingkungan sosialnya. Dengan pengertian demikian maka dibutuhkan pengetahuan dan ketrampilan serta sikap yang benar untuk mendukung terjadinya transformasi kultural tersebut. Untuk itu, ilmu-ilmu yang berhubungan dengan budaya dan bahasa amat diperlukan. Pemahaman dan kesadaran terhadap trasformasi kultural inilah yang oleh Habermas dianggap sebagai tahap belajar yang paling tinggi, sebab transformasi kultural adalah tujuan tujuan pendidikan paling tinggi.


D.    Pandangan Bloom Dan Krathwohl Terhadap Belajar
Selain tokoh-tokoh di atas, Bloom dan Krathwohl juga termasuk penganut aliran humanis. Mereka lebih menekankan perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh individu (sebagai tujuan belajar), setelah melalui peristiwa-peristiwa belajar. Tujuan belajar yang dikemukakannya dirangkum ke dalam tiga kawasan yang dikenal dengan sebutanTaksonomi Bloom. Melalui taksonomi Bloom inilah telah brhasil memberikan ispirasi kepada banyak pakar pendidikan dalam mengembangkan teori-teori maupun peraktek pembelajaran. Pada tataran praktis, taksonomi Bloom ini telah membantu para pendidik dan guru untuk merumuskan tujuan-tujuan belajar yang akan dicapai, dengan rumusan yang mudah dipahami. Berpijak pada taksonomi Bloom ini pula para praktisi pendidikan dapat merancang program-program pembelajarannya. Setidaknya di Indonesia, taksonomi Bloom ini telah banyak dikenal dan paling populer di lingkungan pendidikan. Secara ringkas, ketiga kawasan dalam taksonomi Bloom adalah sebagai berikut:
Domain koognitif, terdiri atas 6 tingkatan, yaitu:
1.      Pengetahuan (mengingat, menghafal)
2.      Pemahaman (menginterprestasikan)
3.      Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan masalah)
4.      Analisis (menjabarkan suatu konsep)
5.      Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh
6.      Evaluasi (membandingkan nilai-nilai, ide, metode, dsb.
Domain psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:
1.      Peniruan (menirukan gerak)
2.      Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
3.      Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)
4.      Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar)
5.      Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar

Domain afektif, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:
1.      Pengalaman (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
2.      Merespon (aktif berprtisipasi)
3.      Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu)
4.      Pengorganisasan (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayainya)
5.      Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidupnya)


E.     Aplikasi Teori Belajar Humanistik Dalam Kegiatan Pembelajaran

Teori humanistik sering dikritik karena sukar diterapkan daam konteks yang lebih praktis. Teori ini diangagap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sukar menterjemahkannya ke dalam langkah-langkah yang lebih kongkret dan praktis. Namun karena sifatnya yang ideal, yaitu memanusiakan manusia, maka teori humanistik mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut.
Semua komponen pendidikan temasuk tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Untuk itu, sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik dalam mengaktualisasi dirinya, pemahaman terhadap dirinya, serta realisasi diri. Pengalaman emosional dan karakteristik khusus individu dalam belajar perlu diperhatikan oleh guru dalam merencanakan pembelajaran. Karena seseorang akan dapat belajar dengan baik jika mempunyai pengertian tentang dirinya sendiri dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah mana ia akan berkembang. Dengan demikian teori humanistik mampu menjelaskan bagaimana tujuan yang ideal tersebut dapat dicapai.
Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan dalam konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori humanistik ini masih sukar diterjemahkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran yang praktis dan operasional, namun sumbangan teori ni amat besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru untuk memahami hakekat kejiwaan manusia. Hal ini akan dapat membantu mereka dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti perumusan tujuan, penentuan materi, pemilihan strategi pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi, ke arah pembentukan manusia yang dicita-citakan tersebut.
Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap secara ketat, sebagai mana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi belajar yang dapat diatur dan ditentukan, serta pengalaman-pengalaman belajar yang dipilih untuk siswa, mungkin saja berguna bagi guru tetapi tidak berarti bagi siswa (Rogers dalam Snelbecker, 1974). Hal tersebut tidak sejalan dengan teori humanistik. Menurut teori ini, agr belajar bermakna bagi siswa, diperlukan insiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri. Maka siswa akan mengalami belajar eksperiensial (experiential learning).
Dalam prakteknya teori humanistik ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Oleh sebab itu, walaupun secara ekspilsit belum ada pedman baku tantang langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistik, namun paling tidak langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistik, namun paling tidak langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digumakan sebagi acuan. Langkah-langkah yang dimaksud adalah sebagi berikut :
1.      Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2.      Menentukan materi pembelajaran.
3.      Mengidentifikasi kemampuan awal (entri behvior) siswa.
4.      Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri atau mengalami dalam belajar.
5.      Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran.
6.      Membimbing siswa belajar secara aktif.
7.      Membimbing siswa untuk memahami hakikat makna dari pengalaman belajarnya.
8.      Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya.
9.      Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke situasi nyata.
10.  Mengevaluasi proses dan hasil belajar.





















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
·         Kolb seorang ahli penganut aliran humanistic membagi tahap-tahap belajar menjadi empat, yaitu:Tahap Pengalaman Konkrit, Tahap Pengamatan Aktif dan Reflektif, Tahap Konseptualisasi, Tahap Eksperimentasi Aktif.
·         Honey dan Mumford menggolongkan orang yang belajar kedalam empat macam golongan, yaitu kelompok aktivis, golongan reflector, kelompok teoris dan golongan pragmatis.
·        Bloom dan Krathwohl lebih menekankan perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh individu (sebagai tujuan belajar), setelah melalui peristiwa-peristiwa belajar.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah – makalah yang akan datang, ada baiknya setiap mahasiswa turut berperan aktif dalam menggali sumber – sumber kajian materi sehingga adanya keseimbangan ilmu pengetahuan yang diterima antara pemateri dengan mahasiswa lainnya. Hal ini juga memicu timbulnya peran aktif mahasiswa dalam pengembangan diri dan pembentukan karakter baik demi kelangsungan perkuliahan.










DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, DR. C. Asri. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Penerbit Rinika Cipta, Yogyakarta.Hal.76-78
Willis,Dahar Ranta.1989. Teori-teori Belajar.Jakarta : Erlangga
Tim Penyusun. 2000. Kumpulan Diklat Nasional Guru Biologi SMU.Bandung : Pusat pengembangan penataran guru IPA





Tidak ada komentar:

Posting Komentar